Read more at http://lenterablogger.blogspot.com/2012/04/cara-buat-auto-read-more.html#jdBSQSIVISDqbFPD.99

Sabtu, 01 Desember 2012

To the Beginning ~ Taiyou no Hana (始まりへ~太陽の花 ) Part 2


I realize the screaming pain
Hearing loud in my brain
But I’m going straight ahead, with this scar
Flow – Sign

“Sudah kubilang urusan kita belum selesai!
Kaho memandang malas pemuda yang berada di depannya. Pemuda yang seminggu lalu mengancamnya karena menggagalkan pencopetan mereka. Sungguh mengganggu karena saat ini Kaho sedang tidak dalam mood yang baik untuk meladeni orang-orang seperti mereka.
“Rupanya kau habis belanja, heh?” ejek pemuda pirang itu. Kaho langsung menghentikan tangan pemuda itu yang hendak mengambil bungkusan plastik yang tengah dijinjing tangan kirinya. Kaho memeras tangan pemuda itu yang notabene lebih besar dari tangannya dan pemuda itu sedikit meringis dan menepis tangan kananKaho dengan kasar.
“Urusan kita belum selesai, deme!” tukas pemuda itu sambil mencengkram kerah baju Kaho. Dan tiba-tiba, salah satu dari mereka mengunci kedua tangan Kaho dari belakang yang menyebabkanplastik yang dia genggam tadi terjatuh dan isinya berserakan di jalanan. Malam itu sedikit sepi, jadi tidak ada orang yang lalu lalang di jalan tersebut. Lalumulut pemuda pirang itu pun membentuk huruf O begitu tahu apa isi dari kantong plastik tersebut.
“Perban, heh? Sepertinya aku harus meyakinkan sesuatu,” Pemuda itu berjalan mendekati Kaho dan memegangi lengan kirinya. Pemuda pirang absurd itu tersenyum dan langsung meremas lengan kiri Kaho. Kaho merasakan sakit yang amat sangat. Ngilu kini menjalar pada tulangnya. Luka yang hampir mengering kini terbuka kembali dan darah mulai merembes keluar menodai T-shirt putih lengan panjang miliknya.
Kini rasa ngilu menjalar ke seluruh tubuh. Kaho jatuh berlutut karena kedua kakinya sudah tidak bisa menopang berat tubuhnya. Pandangannya kabur karena darah yang keluar cukup banyak. Melihat hal itu, pemuda pirang absurd tersenyum puas lalu dia berlutut, menyejajarkan dirinya dengan Kaho lalu mendongakkan wajah Kaho yang tertunduk.
“The game is begin, baby!”
Kaho memandang nanar pemuda pirang absurd itu. Ia sungguh merasa jijik dengan pemuda itu. Rasanya ia ingin melempar sesuatu ke arah wajah menjijikkan itu.
Pemuda itu mengangkat tangan kanannya, memberikan tanda kepada temannya yang lain yang berada tidak jauh di belakangnya. Tiba-tiba pemuda itu menyerang leher Kaho, menciuminya dengan penuh nafsu. Kaho yang tidak terima, langsung menendang pemuda itu dengan kakinya yang bebas dan pemuda itu sukses jatuh ke belakang. Ada jeda yang cukup panjang setelah pemuda pirang itu terjatuh.
“HAHAHAHAHAHAHAHAA!!!!”
Pemuda pirang itu bangun dan menatap Kaho dengan liar dan melangkah menghampiri Kaho yang terduduk dengan tangan yang masih terkunci. Lalu ditariknya rambut Kaho ke belakang dan lengan kirinya kembali diremas oleh pemuda itu.
Rasa sakit yang belum kunjung hilang, kini harus dirasakan Kaho berkali-kali lipat dan Kaho berteriak sekeras-kerasnya.
“Kau bisa berteriak seperti itu, heh? Kemana wajah dingin yang kau tunjukkan minggu lalu, hah?!!” ujar pemuda pirang itu. “Kurasa, mengeluarkan darah sebanyak ini tidak akan membunuhmu kan? Bagaimana kalau kutambah dengan ini...”
Pemuda pirang itu mengeluarkan sesuatu dari kantong jaketnya dan memamerkannya di depan mata Kaho. Pisau lipat. Itulah yang kini tengah ditatap Kaho. Namun itu bukanlah pisau lipat yang dia lihat tempo hari lalu. Pisau itu berbeda dengan pisau yang telah melukai lengan kirinya.
“Sekarang kau mau menakuti-nakutiku dengan hanya menggantungnya di depan wajahku, heh?!” remeh Kaho. Pemuda pirang itu hanya tersenyum mendengar perkataan Kaho tadi dan Kaho terkejut begitu pisau itu sudah tidak ada di tangan pemuda pirang itu melainkan kini menancap di betis kanannya.
“Bukankah ini yang kau pinta waktu itu hime, sekarang kami tidak akan segan-segan untuk membunuhmu!” sahut pemuda pirang itu. Sejujurnya Kaho tidak terlalu terkejut bahwa suatu hari dia akan meninggal di tangan orang-orang seperti mereka, karena hidupnya sekarang hanyalah untuk mencari seseorang yang telah memporak-porandaka hidupnya, yaitu Kudou. Tapi dia tidak mau mati sekarang, sebelum dia bertemu dengan Kudou. Saat ujung pisau lipat itu hampir menancap di dada kirinya, Kaho melimbungkan diri ke arah belakang dan mengayun kaki kirinya yang bebas dan menendang dengan keras tubuh pemuda pirang itu. Kaho sedikit bersyukur dulu dia sempat mempelajari taekwondo, sehingga dapat digunakan untuk keadaan genting seperti ini.
Entah mendapatkan kekuatan dari mana, Kaho bisa melepaskan kuncian pemuda itu dan berbalik mengunci tangan pemuda tersebut. Kaho juga tidak segan memberi beberapa pukulan pada tubuh pemuda itu dan dia juga menyerang balik pemuda-pemuda lainnya yang sedari tadi hanya diam saja. Setelah semuanya beres, Kaho berlari menghampiri pemuda pirang itu dan mendorongnya kembali hingga tersungkur ke tanah. Belum sempat pemuda pirang itu pulih dari rasa kagetnya, Kaho sudah ada di hadapannya dan menarik kerah baju miliknya.
“Aku akan melepaskanmu jika kau mau memberitahu dimana Kudou sekarang,” ucap Kaho.
“Hah! Kau bukan diposisi yang bisa menawarkan pilihan, deme!!” sahut pemuda pirang itu.Kaho pun memamerkan pisau lipat yang merupakan milik pemuda pirang tersebut tepat di depan wajah pemuda pirang itu.
“Huh, sekarang kau ingin mengancam...”
“KATAKAN DIMANA KUDOU SEKARANG!!!” teriak Kaho.
“Jadi benar apa yang dikatakan Kudou,” ucap pemuda pirang itu dengan terkekeh.Kaho geram melihat pemuda dihadapannya. Seperti ada sesuatu yang membisikinya, Kaho kemudian menghunuskan ujung pisau tersebut ke arah pemuda pirang itu.
“Yamete! Kalau kau melakukannya, kau sama saja dengan mereka!
Kaho mendongakkan wajahnya. Tangannya yang hendak menghujamkan pisau kini tergantung di udara. Haruma kini tengah menggenggam tangan Kaho danmengambil pisau lipat tersebut dari tangannya. Kaho mengerjapkan matanya, kaget melihat Haruma berada disini.
“Apa yang kau laku...”
“Ini bukan barang yang pantas kau genggam, Iwata-san,” ujar Haruma memotong perkataan Kaho. Kemudian Haruma membuang pisau lipat tersebut ke tong sampah yang tidak jauh darinya dan menarik tangan Kaho, menjauhkannya dari pemuda pirang itu.
“Sudah cukup kalian bermain-main dengannya,” tukas Haruma. Pemuda pirang yang tengah tergeletak itu hanya tertawa, tertawa sekencang-kencangnya, menganggap ucapan Harumaadalah sebuah lelucon.
“Cukup?” sahut pemuda pirang itu sambil berusaha berdiri. “Melihat dia mati dihadapanku itu baru CUKUP!!!”
Hening. Tidak ada yang menyahut ucapan pemuda pirang tersebut. Kaho hanya menghela nafas bosan mendengar ucapan yang baginya hanya omong kosong, sementara Haruma merasa risih dengan ucapan pemuda pirang tadi.
“Oi, hanya karena dia menggagalkan pencopetan kalian, lantas kalian ingin membunuhnya?!” tukas Haruma.
“Tidak masalahkan? Kau tidak ada urusan apa-apa denganny!,” sahut pemuda pirang itu. “Lucu sekali, nyawamu akan berakhir di tangan kita seperti pacarmu yang dulu!!”
BUUAKK!!!!
Kaho meninju wajah pemuda pirang itu dengan tangan kanannya yang tidak terluka. Pemuda pirang tersebut pun kembali tersungkur ke tanah. Darah segar kini mengalir dari hidungnya dan hal itu, membuat pemuda pirang tersebut semakin naik darah dan ingin menghajar Kaho. Namun Haruma lebih gesit darinya sehingga dia harus kembali terjatuh karena Haruma menendang perutnya.
“Sekarang, katakan dimana Kudou!” ujar Kaho.
“Kudou, kudou, kudou!!! KAU TIDAK PANTAS UNTUK BERTEMU DENGAN KUDOU!!!”
Kaho setengah berlari menghampiri pemuda pirang itu, dan detik berikutnya Kaho sudah mencengkram baju pemuda pirang itu dan hendak memukulnya kembali. Namun tinju Kaho tertahan di udara karena Haruma sudah mengunci kedua lengannya dan menjauhkan Kaho dari pemuda pirang itu.
“Oi, Iwata-san! Ochitsuke!!”
Hanase!! Jangan campuri urusanku, Miura-san!!!”
PLAK!
“Tenanglah, jika tidak kau tidak akan mendapatkan apapun dari dia,” ucap Haruma. Kaho hanya terdiam dan memegangi pipi kanannya yang baru saja ditampar oleh Haruma. “Gomen...” lanjut Haruma.
Tidak lama kemudian, beberapa polisi berdatangan. Haruma yang telah memanggilnya langsung mengarahkan polisi tersebut ke tempat dia berada, kemudian dia pun menjelaskan singkat tentang apa yang baru saja terjadi kepada salah satu polisi dan tanpa basa-basi lagi, mereka menangkap pemuda-pemuda tersebut, termasuk pemuda pirang itu. Saat Haruma hendak berbicara kepada Kaho, Kaho sudah tidak berada di tempat itu.
**
Kaho berjalan tertatih menjauhi tempat itu. Luka tusuk di paha kanannya terus mengeluarkan darah dan itu menciptakan jejak darah ketika Kaho berjalan. Pandangan Kaho mengabur, pikirannya kosong. Sepertinya Kaho tidak mendengar jeritan tubuhnya yang kesakitan.
“Oi, mau kemana kau?!” Haruma yang menemukan Kaho, langsung menahan lengannya dan detik berikutnya Kaho kehilangan kesadarannya.

つづく

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Catatan a_rahma Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review