Kimi no yasashisa ga kikoeterkuru yo
Sono hitomi wo shinjite itsumademo
Your Eyes – Arashi
Kaho menuruni anak tangga dengan cepat sehingga kakinya
sedikit terkilir saat tiba di lantai dasar. Haruma yang mengejarnya langsung
menarik lengan kiri Kaho dan membawanya ke tempat yang tidak begitu ramai di
belakang sekolah.
“Hanase!”
“Tenanglah, Kaho, aku tahu apa yang kau rasakan, jadi...”
“Memangnya kau tau apa tentangku!!” sedetik kemudian Kaho
merasa menyesal telah membentak Haruma, rasa bersalah menggelayuti dirinya,
“Gomen...”
“Aku memang tidak tahu apa-apa tentang dirimu,” sahut
Haruma tersenyum. “Tapi setidaknya aku mengerti, kok, apa yang kau rasakan.”
“Dengar,” lanjut Haruma. “Kudou tidak mengenaliku, jadi
mungkin aku bisa memisahkan dia dengan anak buahnya. Setelah itu, kau bisa
menemuinya, Kaho.”
“Tapi, aku—tidak—kita bisa mengatasi mereka sekaligus,
Haru-kun! Aku...”
“Di tempat seramai itu? Kau tidak mau terjadi keributan
kan? Lebih baik aku memisahka mereka, aku bisa menangani anak buah Kudou,
karena kondisimu sekarang belum tentu sanggup mengatasi orang-orang itu. Cukup
kau fokuskan masalahmu dengan Kudou, sisanya biar aku yang selesaikan,” jelas
Haruma.
Kaho beripikir, ada benarnya juga apa yang dikatakan
Haruma. Saat ini dia tidak mungkin melawan orang dalam jumlah yang banyak, jadi
dia setuju dengan ide Haruma. Kemudian Haruma mengajak Kaho untuk bersembunyi
di lab kimia yang kosong. Dan Haruma meninggalkan Kaho di ruangan itu lalu
pergi untuk menemui Kudou.
“Aku akan menelponmu saat aku berhasil memisahkan
mereka!” ucapnya sebelum meninggakan Kaho. Namun Kaho sedikit heran, karena dia
sama sekali belum memberitahu nomor ponselnya.
“Yappari, Gassai Yuno mitai” batin Kaho.
**
Kaho yang sedang asyik memperhatikan tabung-tabung reaksi
dikejutkan oleh suara ponselnya.
“Moshi-moshi...”
“Kaho, aku sudah berhasil memisahkan Kudou! Dia sekarang
berada di bagian barat gedung sekolah!”
Kaho langsung memutuskan teleponnya dan langsung keluar
dari lab. Jika memang dia masih berada disana, Kaho bisa menemukan Kudou kurang
dari lima menit karena laboratorium kimia dekat berada di gedung bagian barat.
Dan benar saja, tidak sampai tiga menit Kaho menemukan Kudou sedang berjalan ke
arah belakang sekolah.
“KUDOU!!!”
Kaho meneriaki namanya lantang setelah mereka berada di
taman belakang sekolah yang sepi. Saat Kudou berbalik, dia sedikit terkejut
melihat siapa yang baru saja memanggilnya.
“Hoo, tidak sangka aku akan bertemu denganmu disini,
Kaho-chan.”
Kaho merasa jijik saat Kudou menyebutnya seperti itu.
Matanya memanas menahan amarahnya dan kepalan tangannya semakin keras, menunggu
waktu yang tepat untuk mendaratkannya di wajah Kudou.
“Katanya kau mencariku, Kaho-chan? Ada apa? Kau rindu
denganku?”
“Lebih baik aku mati daripada merasakan hal menjijikan
itu kepadamu!”
“Hooo, lalu kau mau apa setelah bertemu denganku?”
Kudou yang hendak berbicara lagi harus menutup mulutnya
karena sedetik kemudian Kaho sudah mendaratkan tinju di wajahnya. Kudou jatuh
tersungkur ke tanah, namun dia dapat berdiri lagi tidak lama setelah dia
terjatuh dan mengelap darah segar yang mengalir di sudut bibirnya.
“Hahahaha, untuk ukuran perempuan kuat juga kau!” tukas
Kudou. “Ini yang kau inginkan dariku, Kaho-chan?”
“Hanya memukulku sekali? Tidak, aku masih ingin
mengahajarmu lebih mengingat apa yang kau lakukan terhadap keluargaku!!”
“Hooo, memangnya apa yang sudah kulakukan terhadap
keluargamu?”
Kaho merasa geram melihat kepura-puran Kudou. Namun dia
tidak mau bertindak ceroboh mengingat yang dihadapinya adalah Kudou.
“Kau tidak membawa benda kesayanganmu itu, Kudou? Benda
yang telah merenggut nyawa orang satu tahun yang lalu,” tukas Kaho. Kudou pun
tersenyum bagitu Kaho berbicara seperti itu dan merogoh kantung celananya
“Maksudmu ini?” ujar Kudou sambil memamerkan pisau
lipatnya di hadapannya. Kaho sangat mengenali pisau tersebut. Pisau yang telah
merenggut nyawa Hikaru dan mungkin juga merenggut nyawa ayahnya.
“Apakah kau membunuh ayahku juga dengan pisau itu?”
“Saa, wakanne...”
Dan yang terjadi kemudian adalah Kudou menyerang Kaho.
Kaho yang sudah mengantisipasi gerakan Kudou dapat menghindarinya dan langsung
mengayunkan kaki kanannya ke arah perut Kudou. Kaho sedikit meringis karena kaki
kanannya belum sembuh sepenuhnya. Namun yang terjadi Kudou menangkap kaki Kaho
dan menghunuskan pisau ke arahnya. Kaho yang sedikit terkejut langsung menekuk
kakinya dan menendang rahang Kudou dengan dengkulnya.
Serangan demi serangan dilancarkan oleh Kudou dan Kaho.
Mereka pun menghindari serangan tersebut sebisanya, Kaho harus menerima sayatan
pisau di lengan kanan, bahu dan kaki kirinya, sedangkan Kudou, dia hanya
mengeluarkan darah di sudut bibirnya saja, tapi pukulan yang dilancarkan Kaho
tidak menjamin tidak adanya luka di seluruh tubuh Kudou.
“Ternyata kau hebat juga, Kaho-chan,” ujar Kudou sambil
mengelap darah di bibirnya.
Kaho tidak menyahut perkataan Kudou. Kaho mengakui bahwa
Kudou cukup kuat juga karena sekarang Kaho sibuk mengatur nafasnya yang berat.
“Dame da! Aku tidak bisa mengalahkannya jika
terus seperti ini,” batin Kaho. Kaho pun merilekskan tubuhnya dan tidak memasang kuda-kuda.
Setelah menghirup dan menghembuskan nafasnya secara pelan, Kaho sudah bisa
sedikit fokus dan tahu apa yang harus dilakukannya jika Kudou kembali
menyerang. Tidak beberapa lama, Kudou kembali menyerang, menguhunuskan pisaunya
ke arah Kaho, namun Kaho menunduk saat pisau itu hampir menancap di tubuhnya,
dan meninju perut Kudou dan memukul tengkuk lehernya sehingga Kudou jatuh
terjerembab menghadap tanah dan tidak sadarkan diri.
**
Ato ichido dake kiseki wa okoru darou
Yasashii koe de egaku yuganda mirai
Kalafina – To the Beginning
Haruma mengoleskan disinfektan pada luka sayatan di tubuh
Kaho. Sekarang mereka berada di ruang kesehatan, Kudou dan anak buahnya sudah
ditangkap oleh polisi yang dibawa Haruma. Kaho sempat menanyakan kenapa setiap
Haruma datang selalu saja disertai polisi. Haruma hanya tersenyum dan
mengatakan bahwa ayahnya kepala polisi di kepolisian. Kaho tidak menduga hal
itu karena selama dia tinggal di rumahnya, sama sekali tidak ada ciri-ciri
bahwa ayah haruma adalah seorang polisi.
“Tentu saja kamu tidak menyadarinya karena kamu tidak
memperhatikannya, baka!” ujar Haruma. “Dia sedang menangani kasus
sehingga jarang pulang. Saat dia pulang tempo hari, kau sudah tertidur. Tentu
saja aku memberitahu tentang dirimu dan masalahmu itu. Ternyata sebelum ayah
dipindah tugaskan, ayah pernah mendengar kasusmu itu di kepolisian yang dulu.”
“Ayahmu pernah bertugas di daerah Nagano?”
“Saa, dia ditugaskan hanya dua bulan kemudian
dipindahkan ke daerah Shibuya sebelum diangkat menjadi kepala polisi disini.”
“Souka...”
“Lalu ayah setuju untuk membantumu dan mencari tahu
tentang Kudou. Tentu saja aku mendapatkan alamat Kudou dari usahaku sendiri,
dan secara tidak sengaja kami menemukan bukti yang menunjukan bahwa kelompok
Kudou telah membunuh ayahmu.”
“Hontou ni?!”
“Hontou da!”
“Yokatta.Chotto matte, pihak sekolah tidak
mengetahui perkelahian aku kan??” tanya Kaho sedikit khawatir.
“Tahu, kok. Hanya saja mereka mengira bahwa Kudou lah
yang memulainya, dan setelah melihat Kudou jatuh tak sadarkan diri, mereka
merasa lega. Mereka berterima kasih kau yang berhadapan dengannya,” jawab
Haruma. Haruma tidak dapat menahan rasa gelinya begitu melihat para guru
ketakutan ketika tahu ada sekelompok yakuza yang masuk ke dalam sekolah.
“Maji ka yo,” sahut Kaho tidak percaya. Kaho tidak
dapat membayangkan apa yang terjadi nanti jika dia bertemu dengan para guru dan
murid-murid lainnya. Dia pasti akan di cap sebagai wanita yang mengerikan.
Haruma yang sadar raut wajah Kaho berubah langsung
menghampirinya setelah menaruh disinfektan dan beberapa plester dan perban, kemudian
dia mengacak rambut hitam Kaho sambil tersenyum. “Sudahlah jangan khawatir, aku
tetap menjadi temanmu, kok.”
Kaho mendongakan wajahnya dan menatap Haruma. Entah
mengapa senyuman khas miliknya mampu menenangkan Kaho dan Kaho dapat
mempercayai apa yang dikatakan Haruma.
“Arigatou,” ucapnya. “Ngomong-ngomong bagaimana
dengan dirimu. Kau berhadapan dengan mereka juga kan?!”
“Ah, tidak apa-apa kok. Tidak luka serius. Tentu saja
mereka mengancamku dengan pisau lipat, namun mereka cukup mudah untuk ditaklukan,”
jawab Haruma. Dia pun menunjukan luka sayatan di telapak tangan kirinya yang
sudah diperban. Kaho menghela nafas lega karena tidak terjadi luka serius
dengannya.
“Kau menahan serangan pisau tersebut dengan tanganmu?”
“Maa...”
Kaho hanya tertawa sambil mengatakan “Baka”. Dia
jadi teringat kejadian yang sama, ketika dia mendapatkan luka sayatan pisau di
tangan kirinya karena dia menahan pisau yang hampir menenainya.
Haruma terpana melihat Kaho tertawa seperti itu. Untuk
kali pertama, Haruma melihat wajah Kaho seperti tidak memiliki beban dan dia
mengalihkan wajahnya agar Kaho tidak dapat melihat wajahnya yang memerah.
“Setelah ini, apa yang akan kau lakukan?” ujar Haruma
mengalihkan pembicaraan.
“Tentu saja aku mencari tempat tinggal yang baru, karena
aku tidak mau merepotimu lagi, Haru-kun.”
“Baiklah, aku memohon kepadamu untuk tinggal kau tetap
tidak merubah keputusanmu, kan?”
Kaho mengangguk.
“Setidaknya ijinkan aku untuk menjemputmu setiap pagi
sebelum berangkat sekolah.”
“Eh? A-aa..” Kaho pun tersenyum begitu tahu arti dari
perkataan Haruma. “Tentu saja.”
Mendengar Kaho berbicara seperti itu, senyuman Haruma
semakin lebar. Setidaknya dia masih bisa bertemu dengan Kaho dan masih berteman
dengannya walau dia tidak bisa menjadi pacarnya. Namun Haruma yakin, suatu saat
Kaho akan menjadi miliknya, dan Kaho bisa melupakan kesedihannya karena
dirinya.Sore itu di ruang kesehatan, Haruma dan Kaho terus mengobrol dengan
sesekali diselingi senyuman dan tawa.
終わり

Tidak ada komentar:
Posting Komentar