Read more at http://lenterablogger.blogspot.com/2012/04/cara-buat-auto-read-more.html#jdBSQSIVISDqbFPD.99

Rabu, 07 Maret 2012

Sastra Novel Jepang Zaman Modern Part II

Ketika Jepang membuka ke seluruh dunia pada periode Meiji (1868-1912), pengaruh konsep-konsep sastra barat dan teknik terasa kuat. Novelis bereksperimen dengan ide-ide 'baru', seperti liberalisme, idealisme romantisme, dan berbagai pengaruh dari Perancis, sastra Inggris atau Jerman. Tsubouchi Shoyo (坪内 逍遥)adalah novelis, kritikus, penerjemah, dan dramawan Jepang. Di antara karya utamanya adalah kritik sastra Shōsetsu Shinzui (Esensi Sebuah Novel), novel Tōsei Shosei Katagi (Cara Berpikir Pelajar Zaman Sekarang), dan terjemahan bahasa Jepang seluruh karya Shakespeare. Ia juga menulis haiku. Tsubouchi Shoyo lahir di Ōta-juku, Distrik Kamo, Provinsi Mino yang termasuk Domain Owari. Ayahnya seorang samurai Domain Owari yang pernah bekerja di kantor gubernur daikan sebagai juru tulis, namun akhirnya kembali ke rumah orang tuanya di Nagoya. Berkat Pengaruh ibunya, Tsubouchi sejak kecil senang membaca haikai, waka, kesusastraan zaman Edo seperti buku bacaan dan buku bergambar.

Tsubouchi Shoyo
Kritik sastra Shōsetsu Shinzui (Esensi Sebuah Novel) ditulisnya sewaktu masih berusia 26 tahun. Ia mengecam karya sastra zaman Edo yang isinya tentang ganjaran bagi yang baik dan hukuman bagi yang jahat. Menurutnya, novel sejak awal harus menggambarkan sifat manusia dan baru kemudian menggambarkan adat kebiasaan di dalam masyarakat. Novel Tōsei Shosei Katagi (Cara Berpikir Pelajar Zaman Sekarang) ditulis untuk membuktikan teorinya. Namun, menurut Futabatei Shimei dalam kritik sastra Shōsetsu Sōron (Garis Besar Novel) dan novel Ukigumo, Tsubouchi sendiri tidak berhasil melepaskan diri dari pengaruh kesusastraan Gesaku. Futabatei menggunakan dasar pemikiran kesusatraan Rusia dalam teorinya dan dipergunakan dalam novel Ukigumo yang menceritakan seorang cendekiawan baru yang telah menyadari ego modern dan menentang unsur-unsur feodal. Gaya bahasa yang digunakannya adalah penyatuan bahasa lisan dan bahasa tulisan.

Futabatei Shimei
Setelah berhenti studinya di departemen bahasa Rusia di Sekolah Bahasa Asing Tokyo (東京 外国语 学校) sebagai protes atas restrukturisasi administrasi, Futabatei menerbitkan kritik sastra Shōsetsu Sōron pada dorongan dari kritikus dan penulis Tsubouchi Shōyō pada tahun 1886. Ukigumo novel pertama Futabatei yang tidak pernah selesai, namun gaya realis sangat dipengaruhi penulis sesama pada zamannya. Futabatei pandai dalam bahasa Rusia dan menerjemahkan karya Ivan Turgenev dan realis Rusia lainnya dalam bahasa Jepang.Pada tahun 1902, dia belajar bahasa Esperanto di Rusia. Kembali ke Jepang pada 1906, ia menerbitkan buku instruksi Jepang Esperanto pertama, "世界语", Sekaigo.

Periode antara pergantian abad dan dominisasi militerisme pada tahun 1930-an, memproduksi tiga penulis besar, yaitu Mori Ōgai, Natsume Soseki dan  Ryunosuke Akutagawa.

Moori Ogai
Moori Ogai adalah novelis Jepang, penerjemah, kritikus, sekaligus dokter militer, peneliti kedokteran, dan seorang birokrat. Setelah lulus sebagai dokter, Mori diterima di korps dokter militer angkatan darat, dan belajar ke Jerman selama 4 tahun atas biaya negara. Sepulangnya dari Jerman, Mori menerbitkan antologi puisi terjemahan berjudul Omokage dan novel Maihime (Dancing Girl). Improvisatoren (The Improvisatore: or, Life in Italy) oleh Hans Christian Andersen diterjemahkannya sebagai Sokkyō Shijin. Moori terinspirasi oleh sastra  Jerman dan memainkan peran utama dalam gerakan sastra Jepang romantis. Mori mulai aktif sebagai penulis sejak menerbitkan majalah Shigarami Sōshi. Setelah diangkat sebagai Inspektur Jenderal Korps Dokter Militer Angkatan Darat, Mori menghentikan kegiatan tulis menulis untuk sementara. Namun setelah terbitnya majalah Subaru, ia kembali menulis dan menghasilkan karya-karya, seperti: Wita Sekusuarisu (vita sexualis) dan Gan (The Wild Geese). Novel Okitsu Yagoemon no Isho ditulisnya setelah peristiwa junshi yang dilakukan Nogi Maresuke. Sejak itu pula, Moori menulis novel yang bertemakan sejarah, seperti Abe Ichizoku, Takasebune, dan biografi tokoh sejarah Shibue Chūsai. Sebagai birokrat, Mori menjabat direktur Museum Kekaisaran (sekarang Museum Nasional Tokyo, Museum Nasional Nara, dan Museum Nasional Kyoto), serta direktur pertama dari Akademi Seni Kekaisaran (sekarang Japan Art Academy). Karena banyaknya ilmu pengetahuan yang dikuasainya, Moori Ogai dijuluki Teebesu Hyakuman no Taito (Seratus pintu kota Tebes). Novel The Wild Geese (1912) menjadi karya terbaik yang ia tulis. Novel tersebut menggambarkan kisah pedih tentang cinta yang tidak terpenuhi, dengan latar belakang perubahan sosial yang dramatis yang datang dengan jatuhnya rezim Meiji, tokoh wanita muda  dalam novel tersebut dipaksa menjadi kekasih dari seorang lintah darat karena kemiskinannya.


Kesusatraan Jepang dalam aliran naturalisme tumbuh berkembang akibat dari pengaruh pengarang Perancis bernama Emile Zola. Titik tolak dalam aliran ini terjadi saat munculnya sebuah buku yang berjudul Ishibigaku. Shimazaki Tooson memulai karirnya sebagai penyair yang memperkenalkan karya-karyanya melalui media kesusastraan bernama Bungakukai. Shimazaki Tooson merupakan nama pena. Nama aslinya adalah Shimazaki Haruki. Shimazaki Tooson ialah seorang penulis Jepang yang aktif di era Meiji, Taisho dan Showa periode awal Jepang.


Shimazaki Tooson
Novel pertamanya Hakai (melanggar petuah) diterbitkan pada tahun 1906. Novel tersebut merupakan novel bergaya naturalisme pertama di Jepang karena dianggap sebagai peristiwa penting dalam realisme Jepang. Hakai melukiskan tentang rahasia pribadi manusia modern yang mengalami kehidupan yang resah karena harus menyembunyikan rahasia tetapi berakhir dengan bentuk pengakuan pelakunya. Novel keduanya, Haru, diterbitkan pada tahun 1908. Haru merupakan sebuah cerita otobiografi sentimental yang penuh dengan kebahagiaan saat bersama dengan kelompok penulis Bungakukai. Novel ketiganya, Ie, diterbitkan pada tahun 1910-1911. Novel tersebut banyak dianggap sebagai masterpiece dari Shimazaki Toson. Ie menggambarkan tentang kemunduran yang bergerak lambat dari dua keluarga provinsi yang berhubugan dengan peran utama. Lalu, Tooson, menciptakan skandal besar dengan novil berikutnya, Shinsei, yang diterbitkan pada tahun 1918-1919. Shinsei merupakan sebuah karya yang lebih emosional daripada Ie yang menceritakan tentang otobiografinya yang memiliki hubungan di luar pernikahan dengan keponakannya, Komako, dan ayahnya Komako (yang merupakan kakak tertua Tooson) mengetahui tentang hubungan asmara mereka, tapi menyembunyikannya. Ketika Komako hamil, Tooson melarikan diri ke Perancis, meninggalkan Koamko, untuk  menghindari konfrontasi dengan keluarganya. Tooson mencoba membenarkan perilakunya dengan mengungkapkan bahwa ayahnya telah melakukan dosa yang sama dan bahwa ia tidak bisa menghindari kutukan dari garis keturunannya. Masyarakat umum tidak melihatnya seperti itu (tidak setuju dengan apa yang Tooson lakukan) dan Tooson dikecam dari berbagai bidang karena kelakuannya yang vulgar dan kotor dengan mencoba memanfaatkan insiden memalukan tersebut dengan mengubahnya menjadi sebuah novel.


Setelah kembali ke Jepang, Toosan diterima mengajar di Universitas Waseda dengan mengajar tentang surat kabar. Dia kemudian menulis Yoake Mae (夜明け 前, 1929-1935), sebuah novel sejarah tentang Restorasi Meiji dari sudut pandang seorang aktivis lokal di sekolah Hirata Atsutane, Kokugaku. Sang pahlawan, Aoyama Hanzo, merupakan representasi terselubung dari ayah Tooson, Shimazaki Masaki. Setelah menyambut pemulihan pemerintahan langsung oleh Kaisar, sebagai pemulihan tradisi nasional Jepang, pemeran utama akhirnya mati dalam kepahitan dan kekecewaan. Yoake mae sendiri telah diterbitkan di majalah sastra Chuo kōron selama enam tahun dan kemudian dirilis sebagai novel dalam dua bagian.  Pada tahun 1943, ia mulai serialisasi Tohou no mon (東方の門), sebuah sekuel Yoake mae, tapi itu belum selesai ketika Tooson meninggal karena stroke pada usia 71, tahun 1943.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Catatan a_rahma Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review